21.17

Ketika Virginitas Masih Dipertanyakan?!..

Hari gini keperawanan masih disebut barang langka. Masa sih?..


Membahas masalah seks dan keperawanan rasanya ngga' pernah ada habisnya. Kalau dulu terkesan malu-malu, sekarang kita lebih bebas mengungkapkan pendapat kita. Di balik pro-kontra yg menyertainya, isu ini tetap asyik buat diomongin lagi dan lagi.


Namun keberanian dalam membahas seks ternyata dibarengi juga dengan keberanian untuk mempraktekkannya. Dulu nyokap atau nenek kita hanya bergandengan tangan saat berpacaran. Sekarang sih, sudah 'lebih canggih'. Ciuman bibir. french kiss, sampai heavy petting atau intercourse jadi bagian dari gaya berpacaran buat ngga sedikit pasangan. Wah.. Wah..

Atas Nama Cinta
Jujur deh, sebagian besar dari kita pasti menganggap kalau pacaran kurang seru tanpa bermesraan. Kencan tanpa sentuhan fisik ibarat kata sayur tanpa garam. Berpelukan, cium bibir, atau kening sebagai ungkapan sayang antar pacar itu sudah dianggap cukup. Tapi, ngga' sedikit tuh yang merasa perlu melakukan hal-hal yang bernilai 'lebih' sebagai pembuktian cinta mereka.

Semakin Longgar
Ida Ruwaida, sosiolog sekaligus pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) mengungkapkan, saat ini kecenderungan pola pikir masyarakat tentang seks dan penyalurannya mengalami banyak perubahan.

Iklim sosial saat ini membuat pola pergaulan anak muda sekarang makin permisif. Dulu orang menganggap kalau seks hanya bisa dilakukan setelah menikah. Sekarang perilaku seks pranikah terkesan dianggap sebagai sesuatu hal yg lumrah. Kencangnya informasi mengenai cara penyaluran hasrat seksual, juga turut berperan dalam hal ini.


Usia {Libido} Produktif
Tidak itu saja kondisi fisik kita yg berada di usia 20-an juga ikut 'ambil bagian pada' keinginan untuk melakukan hubungan seks. Menurut Ratih Andjayani Ibrahim, psikolog dari Personal Growth, usia 20-an ini merupakan puncak reproduksi seseorang. Artinya nih, libidi kita pada tahap ini sedang meningkat pesat sehingga cenderung ingin diluapkan.

"Masyarakat kita cenderung mengikuti trend yg ada, termasuk tentang pergaulan bebas yg diperlihatkan masyarakat luar negeri. Anak-anak muda pun mendapatkan kesan kalau seks pranikah adalah suatu hal yg wajar dilakukan untuk memuaskan rasa ingin tahu. Apalagi pengawasan ortu pada anak juga mengendur saat masuk perguruan tinggi."

Belum Sadar Sepenuhnya
Sayangnya perilaku seks pranikah yg dianut oleh sejumlah pasangan ngga' dibarengi {persiapan dan pengetahuan} mereka menghadapi konsekuensinya. Ssst..! di balik kenikmatan sesaat itu, tersimpan resiko yg ngga' kecil :
a. Terkena penyakit seksual menular
b. Kehamilan yg di luar rencana
c. Sampai kerusakan organ reproduksi

"Dari sejumlah pasien perempuan yg single yg berkonsultasi mengenai keluhan-keluhan kesehatan reproduksi, beberapa di antaranya terkena penyakit menular seksual", jelas dr. Sofani Munzila, SpOg. Bayangkan jika kita tetap sembrono melakukan hubungan seks yg tidak sehat-kemungkinan rusaknya organ reproduksi kita bakal semakin parah dan bisa berakibat kemandulan!..

Sayangnya nih, atas nama cinta dan saling percaya pada sang pacar sering menjadi alasan mengapa pihak cewek 'melupakan' sejumlah resiko tadi. Mereka memilih ngga' selalu menggunakan pengaman maupun alat kontrasepsi saat berhubungan seks. Kalaupun ada yg menggunakan itu lebih karena untuk mencegah kehamilan, bukan untuk menghindari penyakit menular seksual.

Ada Di Tangan Kita
Terbukanya saluran informasi seputar seks, serial televisi yg menggambarkan pergaulan bebas, maupun kontro sosial masyarakat yg melemah boleh jadi mendorong perilaku seks pranikah. Tapi, pada akhirnya pilihan kitalah yg paling menentukan :
a. Menjaga keperawanan kita sampai menikah, atau
b. Melakukan seks pranikah

Ada beberapa alasan mengapa seseorang mempertahankan keperawanannya. Mulai dari menjalankan ajaran agama, takut terkena penyakit seksual , atau karena keyakinannya. Hal yg sama berlaku pada mereka yg memilih untuk melakukan seks pranikah. Ada yg berdasarkan cinta, penasaran, atau bentuk pemberontakan terhadap norma yg ketat.

"Kemandirian kita untuk mengambil keputusan biologis {mempertahanan keperawanan atau tidak} ternyata belum diiringi kemandirian di bidang ekonomi dan sosial. Budaya masyarakat kita cenderung kembali tergantung pada orangtua jika menghadapi suatu masalah."

Saran : Berani berbuat berani bertanggung jawab. Semua resikonya tanpa kecuali dong!..
sumber: Cita Cinta

0 komentar: